Sabtu, 03 Desember 2011

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS GBS (Guillain-Barre Syndrome)

diungggah dari : http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/13/penyakit-gbs-guillain-barre-syndrome-komplikasi-dan-prognosis/ pada tanggal 3 Desember 2011


Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer
Komplikasi
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps.
Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:
  1. Paralisis otot persisten
  2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
  3. Aspirasi
  4. Retensi urin
  5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
  6. Nefropati, pada penderita anak
  7. Hipo ataupun hipertensi
  8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
  9. Aritmia jantung
  10. Ileus

Prognosis

Prognosis buruk dihubungkan dengan perburukan gejala yang sangat cepat, usia tua, penggunaan ventilator jangka panjang (lebih dari 1 bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada pemeriksaan neuromuskuler. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna pada 50-95% kasus. Peningkatan jumlah protein enolase spesifik pada pemeriksaan cairan serebrospinal dihubungkan dengan durasi penyakit yang lebih panjang. Meningkatnya IgM anti-GM1 memprediksikan lambatnya penyembuhan.
Sekuelae neurologis dilaporkan pada 10-40% kasus; yang paling buruk adalah tetraplegia yang muncul dalam 24 jam dengan masa penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih. Sekuelae paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan penyembuhan dalam beberapa minggu. Namun yang paling sering didapat adalah puncak gejala dalam 10-14 hari dengan masa penyembuhan dalam hitungan minggu hingga bulan. Rata-rata masa perawatan dalam ventilator adalah 50 hari. Angka mortalitas bervariasi dari 5 hingga 10%; sebagian besar akibat instabilitas otonomik ataupun akibat komplikasi intubasi lama, paralisis,2 dan aritmia.17 Sekitar 10% penderita tidak sembuh sempurna dan tergantung pada kursi roda, ataupun hidup dengan kelemahan atau kesemutan permanen.17
Tabel 1 di bawah ini merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil keluaran pada penderita GBS. Prognosis favorable dihubungkan dengan 90% kemungkinan dapat berjalan secara mandiri dalam waktu 6 bulan, sementara prognosis unfavorable dihubungkan dengan kemungkinan kemampuan berjalan mandiri kurang dari 20% kasus setelah 6 bulan gejala.
Favorable Unfavorable
Usia (tahun)Alat bantu nafas (ventilator)Defisit maksimum dalam waktu <7 hari Amplitudo distal respon-M <40Tidak adaTidak ada Normal >40YaYa <20% normal
Perjalanan penyakit penderita dewasa dan anak hampir sama, namun menurut Sarada et al (1994), penderita anak memiliki prognosis berjalan secara mandiri yang lebih baik dibandingkan dewasa. Sekitar 35% penderita hidup dengan disabilitas jangka panjang, sementara 38% penderita harus melakukan modifikasi pekerjaan akibat penyakitnya; 44% kasus mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas di waktu senggang dan dalam keadaan psikososial yang kurang baik.
Sindroma Guillain-Barre adalah penyakit poliradikuloneuropati demielinasi monofasik yang idiopatik, akut, dan sebagian besar reversibel. Sebagai patofisiologi kelainan ini, diduga terdapat gangguan dari respon autoimun yang menyerang saraf tepi, yakni myelin dan/atau mungkin antigen aksolemnal. Pada dua pertiga kasus, paralisis flasid ini didahului oleh penyakit infeksi.
Pada bentuk sindroma sensorimotor yang klasik, kelemahan terjadi secara akut dalam hitungan hari, ataupun subakut alam waktu 2-4 minggu. Paresis yang terjadi umumnya terdistribusi secara simetris dan refleks tendon akan berkurang atau hilang. Terdapat bermacam varian dari sindroma Guillain-Barre, antara lain bentuk motorik murni, Miller-Fisher, dan bentuk aksonal primer.
Diagnosis dilakukan berdasarkan gambaran dan temuan klinis, serta pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan elektrofisiologis yang menunjukkan adanya demyelinasi serta meningkatnya protein pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Namun pada minggu pertama setelah onset, baik perubahan demyelinasi pada hantaran saraf dan peningkatan protein ini dapat tidak ditemukan.
Terapi pada fase akut ditujukan terutama untuk melawan proses imunopatogenesis, termasuk plasmapheresis dan infus immunoglobulin dosis tinggi. Monitoring adanya gangguan otonom dan perawatan intensif telah memperbaiki prognosi penderita sindroma Guillain-Barre. Selama rehabilitasi, perbaikan fungsi yang signifikan dapat dilihat dengan metode pengukuran standard.
Berdasarkan gejala yang timbul, dapatlah disimpulkan ada 4 problem utama dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sindroma Guillain-Barre, yakni
  1. problem muskuloskeletal
  2. kardiopulmonari
  3. sensori
  4. gangguan sistem saraf otonom.
Pada pelaksanaan rehabilitasi medik, masing-masing bentuk latihan dilakukan dengan berdasarkan pada tahap penyembuhan pasien, yakni tahap awal dan lanjut.
  • Pada tahap awal atau fase progresif, rehabilitasi terutama ditujukan pada pemeliharaan fungsi dan kondisi; sehingga pada tahap ini masalah kardiopulmoner dan muskuloskeletal menjadi fokus perhatian utama. Gangguan sistem saraf otonomi biasanya belum menjadi problem bagi fisioterapis pada tahap ini, karena biasanya belum dilakukan mobilisasi. Pada tahap ini kerjasama dengan perawatan sangat diharapkan.
  • Pada tahap akhir, yakni masa penyembuhan, rehabilitasi ditujukan lebih kepada peningkatan fungsi, terutama peningkatan kekuatan otot serta peningkatan fungsi penderita secara maksimal. Namun,  fungsi paru tetap harus dijaga dan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan aktivitas dan metabolisme. Rehabilitasi terhadap modalitas sensorik juga perlu dilakukan.
Diperlukan adanya kerjasama antar anggota tim medik yang baik dari tahap awal hingga akhir, karena akan menentukan hasil akhir kondisi pasien, yakni supaya penderita dapat berfungsi secara maksimal dengan segala keterbatasan atau impairment dan disabilitasnya.



DAFTAR PUSTAKA
  1. Guillain-barre syndrome. [Update: May 31, 2007]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre-syndrome/DS00413.
  2. CONDITION: Guillain-Barre Syndrome. [Update: 2009]. Available from: http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.
  3. Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of neurology. 7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87 http://emedicine.medscape.com/article/792008-overview. . Available from: http://www.dailystrength.org/news/Guillain-Barre-Syndrome-GBS
  4. Miller Andrew. Guillain-Barre Syndrome. [updated Dec 19, 2007]. Available from:
  5. Guillain-Barre Syndrome (GBS) Support Group
  6. Guillain-Barré Syndrome. Available from: http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm
  7. Guillain-Barré syndrome.  [updated 08/01/2009]. Available from: http://www.nhs.uk/Conditions/Guillain-Barre-syndrome/Pages/Introduction.aspx?r=1&rtitle=Guillain+Barre+syndrome+-+Introduction.
  8. All about Guillain-Barre syndrome. Available from: http://www.jsmarcussen.com/gbs/uk/recovery.htm