Kami bukan orang yang awalnya saling
kenal. Tidak satu kota dan tidak pula satu profesi. Kami dipertemukan dan
didekatkan oleh rasa persahabatan, persaudaraan, kepedulian, kemanusiaan dan
oleh Guillain-Barré Syndrome (GBS).
Penyakit langka berbiaya mahal ini
mungkin bukan yang pertama di Indonesia . Namun baru pertama kali
mendapatkan perhatian publik bermula dari pasien GBS Muhammad Azka Arriziq
(4,3) di RS Azra Bogor . Keprihatinan kurangnya sosialisasi pemerintah, menggerakkan
kalangan media massa untuk mengangkatnya secara kompak.
Di Bogor pula Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Sedyaningsih mengumumkan secara resmi GBS adalah salah satu penyakit
langka berbiaya sangat mahal. Hanya berselang hari, pasien GBS lainnya, Shafa
Azalia (4,7) yang hampir setahun hidup dengan GBS di RS Carolus Jakarta, pada
akhirnya menyadarkan pemerintah bila GBS sudah ada di Indonesia dan wajib
mendapatkan kepedulian bersama. Perjuangan dua bocah ini pula yang menjadi
spirit dari gerakan kepedulian ini.
Perhatian dari Menkes dan janji
untuk memperhatikan pasien GBS, bukanlah akhir melainkan awal dari gerakan ini
lahir. Karena dalam berbagai pernyataannya, Menkes mengakui bahwa penyakit GBS
memakan biaya cukup tinggi dan tidak pernah diketahui kapan sembuhnya. Untuk
itu pemerintah mengharapkan ada bantuan dari para donatur.
Pernyataan Menkes ini pula yang
menjadi awal kesadaran kami bersama, bahwa GBS harus segera disosialisasikan
pada masyarakat. Karena GBS akan menjadikan jarak antara nyawa dan uang
sangatlah tipis.
Mengingat GBS masih kurang familiar
di tengah masyarakat Indonesia , padahal sangat fatal akibatnya-belajar
dari Azka dan Shafa-maka muncullah inisiatif untuk membuat gerakan bersama
untuk kepentingan pasien GBS mempertahankan kehidupan mereka.
Komunikasi untuk membentuk
gerakan seribu rupiah peduli pasien GBS ini pun berlangsung cepat sejak tanggal
27 Juli 2011. Pertemuan dilanjutkan intensif di RS Carolus Jakarta pada tanggal
28 Juli 2011. Mereka yang sepakat untuk bergabung dalam gerakan peduli GBS ini
adalah Drg Silvia Wahyuni, Drg M Ikhsan Hasibuan, Melva Tobing (swasta), Afni
Zulkifli (wartawan), Camelia Pasandaran (wartawan), Yudi (wartawan TV
nasional), Deny Herdiyan (Fotografer), Kismi Dwi Astuti (Wartawan). Andi Handoko
(Akuntan), Andari Wijayanti SH (Notaris), Fiki (Guru TK, Relawan GBS), Taufiq
Hidayat (swasta), Evanurhafivah (swasta). Selanjutnya gerakan kepedulian ini
pun menyebar secara cepat dan jumlah relawan yang bergabung dengan gerakan
peduli GBS tiap harinya semakin bertambah.
Hasil pertemuan pun mengerucut pada
satu semangat membentuk Gerakan Seribu Rupiah Peduli GBS. Menjadi satu gerakan yang
bukan semata mengetuk pintu hati para donatur dan masyarakat, namun juga
menjadi wadah untuk mensosialisasikan bahaya GBS dan sadar tentang GBS sejak
dini. Cita-cita kami, gerakan ini suatu hari nanti dapat menjadi cikal bakal
berdirinya yayasan peduli GBS.
Saat ini misi gerakan seribu rupiah
peduli GBS masih terbatas memberi Azka dan Shafa kesempatan untuk tetap hidup. Karena
hidup mereka tidak bisa menunggu hari esok. Kalaupun Azka dan Shafa bisa
melalui masa kritis mereka dan kembali hidup normal (Amin), kami yakin masih
banyak pasien-pasien GBS lainnya yang memerlukan kepedulian kita bersama. Mereka
kini entah berada di mana dengan keterbatasan mereka. Meski hanya seribu
rupiah, namun sangat berarti bagi kelangsungan nafas pasien GBS. Mari peduli…!!!