GBS membuat mereka bernafas dengan membayar. Satu persatu mereka kami temukan. Satu persatu mereka membutuhkan kepedulian. Satu persatu pula mereka menunggu perhatian. Mari kita yakinkan bahwa mereka tidak sendiri...!!!
Jarang Tersosialisasi, Penyakit Aneh Berbiaya Mahal
Gullain Barré Syndrome (GBS). Mendengar nama ini anda mungkin
masih kurang familiar atau bahkan tidak tahu. Namun GBS menurut pakar kesehatan
patut diwaspadai karena termasuk penyakit langka. Jika pernah terserang
penyakit GBS maka seumur hidup pasien akan hidup dengan GBS. Bisa berujung
kematian bila salah penanganan.
Meski ditemukan sejak tahun 1916
oleh dua orang dokter dari Perancis, bernama Jean-Alexander Barré dan Georges
Charles Guillain, namun pasien GBS masih jarang ditemukan di Indonesia bahkan
dunia. Dari rekap medis, dalam setahun pasien GBS hanya 1-2 dari 100.000 per
tahun.
Karena jarang ditemukan pula (meski
ternyata sudah ada di Indonesia ), sebagian besar masyarakat kurang
mendapatkan informasi apa itu GBS sehingga sering disangka penyakit lemah layu
atau cikungunya biasa. Padahal jika terlambat penanganan, pasien GBS dalam
hitungan jam sedang dihadapkan pada jurang kematian….! Sudahkah anda tahu GBS
itu apa?
Menteri Kesehatan Endang Rahayu
Sedyaningsih mengakui bahwa pengetahuan terhadap GBS di Indonesia masih sangat
kurang. Karena penyakit ini sendiri masih terbilang jarang terjadi. Sejauh ini
penelitian-penelitian yang dilakukan belum dapat menemukan secara tepat enzim,
hormon atau syaraf apa yang menyebabkan munculnya sekumpulan penyakit syaraf (polyneuritis)
ini.
Hal ini menyebabkan fungsi myelin
dari axon secara bertahap rusak dan luka. Akibatnya syaraf pada susunan syaraf
tepi berhenti meneruskan perintah. Dan yang terlihat adalah otot-otot yang
berada di bahwa pengaruh susunan syaraf tepi kehilangan kemampuannya untuk
mengikuti perintah otak dan sebaliknya otak pun hanya mendapat sedikit tanda
dari tubuh. Inilah yang menyebabkan pasien mengalami kelumpuhan total.
Selain langka, beberapa pakar
kesehatan menyebut penyakit GBS sebagai penyakit yang cukup aneh. Disebut aneh
karena hingga saat ini para ahli belum menemukan penyebab utama munculnya
penyakit ini. GBS bukan penyakit turunan, tidak menular, bukan pula karena
faktor lingkungan ataupun makanan yang kurang sehat. Satu-satunya bukti ilmiah
yang didapat oleh para ilmuwan adalah bukti bahwa pada penderita GBS sistem
kekebalan tubuh secara mandiri menyerang tubuh, oleh sebab itu GBS dikenal juga
dengan auto-immune disease.
Persoalan mendasar lainnya, keluarga
pasien GBS biasanya dihadapkan pada jumlah tagihan yang cukup besar untuk
mempertahankan kehidupan pasien GBS. Setiap jam di setiap hari adalah
perjuangan mempertahankan nyawa. Hal ini dikarenakan biaya pengobatan GBS yang
bersifat unlimitted (tanpa batas)
sementara biasanya kemampuan keluarga pasien GBS limitted (terbatas).
Karena menyerang autoimun, pada
tahap yang akut, GBS juga membuat otot paru-paru pasien GBS tidak bisa bergerak
normal. Pada tahap akut, pasien GBS biasanya ibarat mayat hidup, meski
jantungnya berdetak lemah, seluruh gerak motorik tubuh bahkan paru-paru tidak
bisa bekerja. Untuk mempertahankan kehidupan, pasien harus menggunakan ventilator
untuk memompa paru-paru mereka dan dijaga 24 jam oleh tim dokter. Tidak sedikit
pula dari para pasien yang nyaris 100 persen kehidupan mereka hanya
mengandalkan peralatan medis dan mengkonsumsi obat GBS berbiaya mahal.
Karena obat GBS saat ini memang
hanya ada satu yaitu Gamamune (Imuno globuline) yang harganya mencapai
Rp4-5 juta rupiah per botol. Untuk satu pasien GBS diwajibkan mengkonsumsi
bahkan hingga 2-3 botol per hari. Sementara tahap penyembuhan bisa hitungan
bulan bahkan tahun hanya bergantung pada ventilator dan obat-obatan. Bahkan hingga
saat ini belum ada tim medis dunia yang mengetahui, kapan pasien GBS bisa
benar-benar lepas dari ketergantungan ventilator dan obat-obatan.
Dengan biaya super tinggi, orang tua
pasien GBS seolah harus berpacu dengan waktu. Antara mengumpulkan sebanyak-banyaknya
uang dengan mempertahankan nafas buatan yang berbiaya sangat mahal. Karena jika
tidak bisa membayar lagi, artinya mereka harus merelakan anak-anak mereka
dibiarkan tidak bisa bernafas. Lalu mati hidup-hidup (karena sebenarnya pasien
GBS masih hidup, karena jantung mereka normal namun paru-paru saja yang tidak
bisa berfungsi).
Menkes Endang mengatakan persoalan
GBS memang cukup rumit. Pemerintah berjanji akan terus berupaya maksimal
membantu pasien GBS. Selain itu sudah saatnya bersama-sama untuk sosialisasi
GBS, apalagi untuk tidak meremehkan tanda-tanda GBS pada anak ataupun orang
dewasa, seperti kesemutan. Endang pun meminta bantuan media massa untuk maksimal mensosialisasikan
GBS ini kepada masyarakat.
Salam,
Komunitas Peduli GBS